Ismail Banda dan Perjuangan Diplomasi di Timur Tengah

Editor: Taufik
Ismail Banda, salah satu pendiri  Al Jam'iyatul Washliyah

MEDAN (AL WASHLIYAH.ID)- Konvensi Montevideo 1933 sebagai salah satu sumber hukum Internasional yang mensyaratkan pengakuan terhadap adanya negara baru melibatkan konsep negara yang tercantum dalam pasal 1 Konvensi Montevideo.

Eksistensi sebuah negara harus memenuhi empat kriteria, yaitu 1) adanya rakyat (a permanent population), 2). Adanya wilayah (a defined teriritory), 3). Adanya pemerintahan (government) dan 4). Adanya pengakuan negara lain (capacity to enter into relations with other states).

Untuk itu, pelajar-pelajar Indonesia di luar negeri menyadari benar dampak konvensi ini bagi Indonesia yang baru diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945.

Di sinilah, aktivis Al Washliyah, Ismail Banda, yang juga Ketua Perpindom (Persatuan Pemuda Indonesia Malaya di Mesir) dan Ja’far Zainuddin di Irak, bergerak di “bawah tanah” menolak kerjasama dengan Belanda, dan menolak Belanda yang hendak kembali ke Indonesia.

M. Zein Hassan dalam bukunya yang berjudul Diplomasi Revolusi Indonesia di Luar Negeri (Jakarta: Bulan Bintang, 1980) mengulas perjuangan Ismail Banda tersebut. Tujuan perjuangan di “bawah tanah” ini adalah: menggagalkan usaha Belanda mengumpulkan warga Indonesia di luar negeri guna sama-sama membebaskan Indonesia dari pendudukan Jepang atas dasar pidato janji Ratu Wilhelmina tahun 1942; dan mengertikan dunia Arab dan dunia internasional umumnya bahwa perjuangan bangsa Indonesia sejak puluhan tahun itu adalah untuk membebaskan bumi Indonesia dari penjajahan Belanda (Hasan, 1980: 34).

Perlawanan bawah tanah ini memberikan hasil-hasil yang positif, antara lain: a). usaha Belanda untuk mengumpulkan warga Indonesia di luar negeri boleh dikatakan gagal total. Mereka yang telah tertipu pun kembali memihak kepada bangsanya sesudah proklamasi sebagai yang dianjurkan Ismail Banda dan kawan-kawan. b). rakyat Arab di Timur Tengah telah dapat diberi pengertian akan aspirasi-aspirasi nasional Indonesia yang tidak dapat didamaikan oleh janji oleh Ratu Wilhelmina tahun 1942 (Hasan, 1980: 34).

Spirit Rabbani–lah yang membawa Allahyarham Ismail Banda berani melakukan kampanye internasional (international campaign). Ia sebagai Ketua Perpindom terlibat dengan gerakan bawah tanah ini menentang Belanda dan ini berlangsung selama Perang Dunia II. Jaringan gerakan 
mereka bukan hanya tersebar di berbagai kota Mesir, tetapi juga di Saudi Arabia yang dikoordinasi oleh Ja’far Zainuddin, dan di Irak oleh Imron Rosyadi (Ahmaddani G. et al., Pemuda Indonesia Dalam Dimensi Sejarah Indonesia [Jakarta: Kurnia Esa, 1986], h. 89).

Untuk meng-counter politik Belanda yang dibantu NICA dan Inggris, Indonesia menggunakan misi haji sebagai alat diplomasi (Taufik Ismail, Berhaji Pada Masa Revolusi: Ibadah Haji dengan Misi Tersembunyi Jamah Haji Indonesia Tahun 1945-1950, h. 5). 

Ketokohan dan perjuangan Ismail Banda juga terlihat ketika misi haji Indonesia pertama dikirim ke Saudi Arabia pada tanggal 17 Oktober 1948.Tim misi haji ini terdiri atas KH. Moh. Adnan (Ketua), Saleh Suady T.H., dan Syamsir St. R. Ameh (Hasan, 1980, 263). 

Setelah pertemuan segitiga antara H.M. Rasyidi sebagai wakil R.I., tim misi haji RI dan para pemimpin masyarakat mukimin di Saudi Arabia, dan atas dasar desakan para pemimpin masyarakat kala itu, telah disetujui pembukaan perwakilan R.I. tersendiri di Jeddah dan mengangkat H.Ismail Banda menjadi Kepala Perwakilan R.I. di Jeddah (Hasan, 1980: 271-272).

Sederatan fakta ini membuktikan bahwa kepercayaan Pemerintah Republik Indonesia kala itu terhadap H. Ismail Banda sangat tinggi dalam berdiplomasi di Timur Tengah. Hal ini diakui oleh Prof.Abdul 
Kahar Muzakkir (anggota misi haji Indonesia kedua) yang merupakan tokoh Muhammadiyah dan Prof. Oesman Raliby. Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra, S.H., M.Sc. juga menyatakan bahwa sangat wajar H. Ismail Banda menjadi pahlawan nasional dan hal ini sempat diusulkannya ketika masih menjadi Menteri Sekretaris Negara.

Tentu saja, ini menjadi tugas baru bagi Pengurus Besar Al Jam’iyatul Washliyah untuk segera mengusulkan agar Ismail Banda menjadi pahlawan nasional mengingat jasa-jasanya bagi perjuangan merebut dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia di luar negeri. (sumber:washliyah) 
Share:
Komentar

Berita Terkini